PERBUDAKAN KEMBALI TERJADI DI INDONESIA...
Ditengah gencarnya penegakan HAM dan Hak Anak.. eh ini malah
mempekerjakan anak di bawah umur secara paksa. Herannya lagi.. ini dibekingi
oleh aparat penegak hokum
.
Mempekerjakan anak di bawah umur bukan hanya bertentangan
dengan hukum nasional, tetapi juga hukum Internasional. Kalau kemudian
kejahatan ini dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum…, berarti oknum aparat
penegak hukum itu sendiri telah mencoreng nama baik Indonesia dimata dunia
Internasional. Dan ini sudah berlangsung lama.
Menurut Koordinator Eksekutif Kontras Haris Azhar mengatakan, ada indikasi
pembelokan fakta yang dilakukan kepolisian dalam proses penyidikan kasus
tersebut. Misalnya, dengan hanya menggunakan dua pasal.
"Polisi hanya menggunakan dua pasal, yakni Pasal 333 tentang peramasan kemerdekaan dan Pasal 351 tentang Penganiayaan, padahal masih banyak undang-undang lain yang dapat digunakan untuk menjerat tersangka," katanya di Kantor Kontras Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2013).
Undang-undang lainnya yang dapat dijeratkan pada tersangka dalam kasus ini antara lain, undang-undang tenaga kerja, perdagangan manusia, industri, perlindungan anak, dan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Selain itu, yang lebih mengherankan tidak dimasukkannya keterlibatan oknum polisi dalam pemeriksaan. Padahal, menurut para pekerja keterlibatan itu ada.
"Kami tidak happy dengan kerja polisi khusunya Polres Tigaraksa bahwa ada keterlibatan polisi tapi tidak dimasukkan," ucapnya.
Setidaknya ada 3 oknum polisi yang diduga terlibat dalam perlindungan terhadap pemilik pabrik, yakni Polsek Sepatan, Brimob, dan Polisi Militer. Peran mereka berbeda-beda.
Haris mengungkapkan, mobil Polsek Sepatan rutin setiap hari berjaga di depan pabrik, anggota Brimob berperan sebagai alat untuk mengintimidasi buruh jika bekerja tidak sesuai target, dan Polisi Militer yang datang saat penggerebekan dan langsung masuk ke rumah pemilik pabrik, Juki Irawan.
"Polisi hanya menggunakan dua pasal, yakni Pasal 333 tentang peramasan kemerdekaan dan Pasal 351 tentang Penganiayaan, padahal masih banyak undang-undang lain yang dapat digunakan untuk menjerat tersangka," katanya di Kantor Kontras Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2013).
Undang-undang lainnya yang dapat dijeratkan pada tersangka dalam kasus ini antara lain, undang-undang tenaga kerja, perdagangan manusia, industri, perlindungan anak, dan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Selain itu, yang lebih mengherankan tidak dimasukkannya keterlibatan oknum polisi dalam pemeriksaan. Padahal, menurut para pekerja keterlibatan itu ada.
"Kami tidak happy dengan kerja polisi khusunya Polres Tigaraksa bahwa ada keterlibatan polisi tapi tidak dimasukkan," ucapnya.
Setidaknya ada 3 oknum polisi yang diduga terlibat dalam perlindungan terhadap pemilik pabrik, yakni Polsek Sepatan, Brimob, dan Polisi Militer. Peran mereka berbeda-beda.
Haris mengungkapkan, mobil Polsek Sepatan rutin setiap hari berjaga di depan pabrik, anggota Brimob berperan sebagai alat untuk mengintimidasi buruh jika bekerja tidak sesuai target, dan Polisi Militer yang datang saat penggerebekan dan langsung masuk ke rumah pemilik pabrik, Juki Irawan.